Transformasi toleransi mesti digerakkan oleh semua pihak, terlebih lagi, mahasiswa.

Negeriku Yang Gelap


#Tulisan 9 Januari 2017 di Kamar Kos

Kondisi sumber daya manusia di negeriku tercinta memanglah labil dan dilematis. Setiap hari kulihat anak-anak dan remaja ke rumah berkubah untuk beribadah dan setiap minggu kulihat kaum tetangga mengeluarkan sendu merdu bertajuk kasih dan cinta. Pantas saja semua itu terjadi secara berkelanjutan dan tidak berubah sama sekali. Hanya saja jumlah mereka yang berbeda-beda karena terkadang musimnya tidur terlalu lama dan bangun juga sangat singkat.

Itulah mereka yang masih menjalankan pandangan labilnya. Seolah-olah memakai kecamata dan juga buta jika muncul sosok membawa sebungkus ilmu dan pengetahuan.

Banyak dari mereka yang tidak berniat untuk mencari dan memaknai cinta yang sebenarnya. Mengutamakan kharismatik sebagai keset untuk berjaya dan menciptakan peluang agar dipandang superman. Ada pula yang membuat strategi spiderman dengan dalih jaring yang kuat untuk berkelana mencari nikmat dan meringkusnya dalam pikiran. Semuanya berujung dengan keset-keset untuk dibuat sebagai pijakan mereka sebelum masuk membuat konflik.

Banyak cara kulihat kaum memperbudak rakyat dengan paham rakyatis. Tentunya semua itu masuk karna doktrin para kapitalis yang merasa agamawan. Agamawan katanya karena memakai fashion yang unik dan mempesona. Ditambah lagi dengan model pribahasa yang digunakan. Tidak menutup kemungkinan ceritanya di copas karena unsur keunikan fashion dan menjebloskan kedalam beban sosial.

Ceritanya ada mereka yang mempunyai harta karun di dalam karung tapi dikungkungkan. Di gembok lagi dari luar dan dilapisi baja atau apapun dengan bahan yang paling kuat di dunia ini. Apakah itu sebenarnya? Yah itulah sesuatu yang sebenarnya dan sesungguh-sungguhnya dan menjadi sumber dari pendapatan duniawinya. Mempelajari isinya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dari yang lebih. Akan tetapi mereka tidak berbagi meskipun sedikit kepada di luar lingkarannya. 

Itulah negeriku yang kuanggap punya potensi alam untuk diolah tapi dikungkung oleh belenggu yang dimiliki si mereka. Pantas saja hutang-hutangku bertambah dan tulangku kurus di jilat anjing. Aku punya ini tapi mereka punya disini untuk dijadikan ladang investasi. Berpura-pura memajukan negeri dengan dalih pembangunan dan mengutamakan toleransi. Yah itulah negeriku, ada laut ada hutan tapi mereka punya Indonesiaku.

Post a Comment