Penyelenggaraan Debat Final Pilgub DKI Jakarta memang sangat menarik. Meski pilgub ini hanya berlaku bagi masyarakat DKI sebagai penentu, ternyata berita ini hampir secara keseluruhan tayang di beberapa media pertelevisian di Indonesia. Padahal masih banyak pemilihan kepala daerah termasuk gubernur yang bisa diliput dan ditayangkan media terkenal di Indonesia.
Semua itu tidak terlepas dari indenpensi media di Indonesia yang begitu terfokus dengan uang semata. Bagaimana tidak, masih banyak acara yang bisa diliput dan dibahas tapi semua ditutup-tutupi oleh media. Akhirnya masyarakat hanya mengenal dan tahu akan pilgub Jakarta saja. Tentunya semua itu hanyalah frame media dalam menjalankan bisnis.
Ketika perwakilan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyampaikan di pembuka debat bahwa sahabat media jangan cuma meliput pilgub DKI saja, masih banyak pilgub selain ini. Dari ungkapan itu sudah menandakan independensi media sudah rusak dan hanya mementingkan bisnis dan bisnis.
Berdasarkan penyampaian dari Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno, pada penyelenggaraan debat final akan diliput 10 stasiun TV dan itu batasannya. Luar biasa bukan, menarik media untuk meliput secara bersamaan padahal ini cuma 1 provinsi. Ditambah lagi dari pembahasannya setelah debat, masih saja dibahas oleh media dengan mengundang para pakar.
Lucunya dialog tanggapan debat yang telah berlangsung dibahas terlalu bertele-tele. Aku teringat ketika Abdur seorang komika ketika tampil dalam event Compas TV. Dia mengatakan bahwa berita gunung meletus yang terjadi sangat lama di kotanya tidak akan membuat rugi negara karena negara hanya butuh uang Rp. 1000 untuk mengatasinya, dengan cara tutup telingan 2 koin 500 perak ditelingannya. Ternyata berita tersebut ditutupi oleh media dengan berita nasional banjir Jakarta. Jelas sudah ketika pusat media memang hanya lahan bisnis dan sudah tidak independen lagi.
Nah itu salah satu fakta yang harus diketahui khalayak terkait media di Indonesia dan dikaitkan dengan berita DKI Jakarta. Selain itu, ketika debat belangsung ternyata beberapa paslon tidak memperhatikan bahasa dan etika yang digunakan ketika menyampaikan program dan gerakan yang akan dilakukan nantinya.
Lihat saja, bahasa yang dilontarkan Djarot "Administrasi Keadilan Sosial", ini apa yah. Ketika mendengar aku juga sangat pusing maksudnya apa ini. Aku juga pusing apakah dia tidak tahu kalau targetnya dalam debat sebenarnya adalah masyarakat pemilih di Jakarta atau para sastrawan dan kaum politkus tingkat tinggi. Lantas gimana dengan pemilih yang tingkat pendidikannya rendah, dengar ini langsung keok nantinya.
Selanjutnya kembali pada paslon No. 2, Ahok yang mengatakan " Paslon No.1 dan 2 membangun Opini yang menyesatkan", ini tahu tidak yah, sudah terkena kasus penistaan agama tapi malah memperburuk surveynya dengan etika yang kurang baik. Rasanya cocok yang dikatakan Denny Siregar," Debat Kurang Ngopi''.
Berbeda dengan Paslon No. 1 oleh bu Silvy yang menurutku tutur kalimatnya itu selalu menampakkan kata "loh", contonya saja ketika dia mengatakan "Aku perempuan loh". Tiap kali ngomong pasti make loh dan ungkapan aku perempuan loh menurutku sangat bertele-tele. Betul yang disampaikan Ahok, kalau gak punya program jangan fitnah saya. Ketika menonton sesi itu tertawa mendengarnya.
Yang paling nampak adalah saling serang antara Paslon No.1 dan 2 yang begitu kental. Semuanya jelas dan masyarakat yang pendidikannya rendahpun pasti bisa menilai. Adu fakta juga dilakukan masing-masing paslon dengan menampilkan gambar survey yang mereka punya. Contonhnya saja ketika Paslon No.3 Anis mengatakan bahwa ada beberapa fasilitas untuk kaum disabilitas yang tidak bisa dimanfaatkan. Selanjutnya ahok membalas dan memang kurang singkron karena membalasnya bahwa dia telah membuat fasilitas untuk kaum disabilitas. Antara komentar dan bantahan sangat tidak singkron. Ahok mungkin kurang Ngopi.
Hal yang paling menarik dari acara tersebut ketika Sandiaga membuka dan mengangkat sepatunya dan memperkenalkannya di sela kesempatan berbicaranya " Inilah sepatu Hartono, karya Anak Jakarta yang mesti kita dorong untuk dikembangkan", menarik bukan.
Yang paling tidak nyambung adalah antara Paslon No.1 dan 2 yang saling menyerang pertanyaan tapi memberikan jawaban yang tidak relevan. Alhasil ungkapan yang sering tampil, " Bukan hal itu, tapi pertanyaannya adalah", sangat lucu. Berbeda dengan Paslon No.3 yang begitu tenang dan sigap dalam menyampaikan programnya.
Memang ketika di analisa sesuai tema Debat Final "Kependudukan dan peningkatan kualitas masyarakat", hampir 90 % tidak relevan dan hanya saling menghujat satu sama lain. Untuk warga DKI Jakarta yang memilih nantinya, dimohon cerdas dalam memilih dan tidak mengharapkan uang busuk dari tim sukses paslon dan khusus untuk Paslon wajib minum kopi 3 kali sehari biar fokus.