Aku percaya kesalahan berpikir itu ada dan caranya pun bermacam-macam hingga banyak orang menafsirkannya sebagai wujud dari kurangnya membaca atau diskusi. Aku pun paham tentang kesalahan masa lampau yang terkadang membuat kita malu, takut, risau dan akhirnya pesimis karena akan menjadikan kita manusia yang lemah. Ketika banyak orang berbondong-bondong menaikkan popularitasnya dengan banyak cara dan semua itu tak terlepas dari unsur perpolitikan, aku malah duduk merenung memperhatikan mereka.
Manusia yang dilematis akan bersikap rendah diri dihadapan orang banyak. Itu adalah contoh manusia yang menjabarkan dirinya dalam kegagalan tampa keberanian. Lantas bagaimana cara kita menjaga aib kepemudaan yang sudah merasuk dalam dada, hingga menjadi tanggung jawab sosial ? Tentu dengan jalan pengabdian intelektual semua itu bisa teratasi. Tapi bagaimana jika diri kita merasa belum siap untuk memanggul beban itu, apakah harus lari dari momen ataukah menghampirinya dan berkata aku sudah siap.
Lantas pantaskah kita berkata, aku merasa siap meski kapasitas belum memadai ? Itulah yang membuat aku tidak kunjung tenang hingga detik ini. Aku masih ingat ketika pernah menduduki jabatan tinggi dalam wadah yang menurutku amat besar dan vital, banyak kesalahan yang kuperbuat hingga merusak hakekat yang kududuki waktu itu. Banyak kebijakan yang keluar tapi tidak paham maksud dan tujuannya hingga menggiring banyak orang dalam permasalahan, dimana jiwa pemudaku jika hanya seperti itu.
Itulah yang mendasari mencuaknya kebimbangan dalam diri ini dan membuatku takut menggiring sahabatku dalam cerita yang pasti mereka tak akan senang apalagi bertahan dalam lembaganya. Aku berkata kepada Tuanku, Aku belum siap dan aku tidak tahu tentang semua itu maka bisakah aku maju dan menjadi tombak mereka? Dia berkata, inilah eramu dan inilah kesempatanmu. Jawaban sederhana namun menusuk, lalu mucul dalam hatiku "Betul, ini memang era ku, tapi kemana saja diriku untuk mempersiapkannya sejak dulu, apakah untuk berada di puncak, itu seperti suprise ulang tahun atau petasan tahun baru yang terjadi begitu saja tampa punya alur yang jelas, ini kekeliruan".
Hingga detik ini, aku masih merasakan tekanan emosi yang tak seimbang hingga memaksa tubuhku untuk bereaksi demam. Dalam diriku, ini musibah atau kebanggaan ? Jika kebanyakan orang merasa bahagiah, kenapa dengan diriku yang merasa demam saat ini meski belum terjadi. Sangat bertolak belakang apa yang dirasakan khalayak pada umumnya. Tapi bagaimana orang nomor satu menanggapi dalam perebutan kekuasaannya, kenapa tidak demam sepertiku? Jika memang tanggung jawabnya sangat besar pasti mereka pingsan seketika melihat namanya menang dalam perebutan kekuasaan tersebut.
Aku sangat heran dengan mereka, ataukah aku yang memang aneh melebih-lebihkan sesuatu hingga menekan emosi. Tak perlu dijabarkan karena ini sangat dilematis dan mungkin bisa diatasi, tapi bagaimana caranya ? Apakah aku hanya bisa bertanya terus dan tidak akan menemukan solusi, tanyakan pada rumput yang bergoyang. Rasa takut, bimbang, dan gelisah semakin memojokkanku sampai sekarang. Oh Tuhan, pengabdian memang sulit.
Hingga akhirnya membayang-bayangi pikiranku, menikam bathinku, merusak akalku dan mendiamkan diriku dalam keramaian. Inikah namanya Phobia jabatan dimana rasa takut akan menduduki kursi mewah berubah drastis menjadi kursi gubuk dan rentah ketika kududuki. Tapi dimana tanggung jawabku sebagai pelopor, jika hanya duduk dan diam saja tampa ingin melibatkan diri. Tegakah diriku melihat wadah ini menjadi berantakan lalu menghilang tampa jejak akibat diriku yang tak mau maju di depan? Ini benar-benar masalah besar, beda dari yang lain.
Banyak kata, tapi bisakah melawan ketakutan ini dengan badan yang tegap ? Aku sangat takut