Berbicara tentang kesetaraan gender dihadapan banyak perempuan, bagiku adalah hal yang sangat sulit sekali. Memposisikan diri bahwa memang secara materil "Aku seorang laki-laki" tetapi ketika berinteraksi dan berkolaborasi dengan kaum perempuan tentu kita mesti santai dan mengedapankan profesionalitas.
Seperti sosok presiden Jokowi, ketika hendak memberikan sepeda kepada seorang anak SD karena telah berhasil menjawab pertanyaanya, muncul jiwa feminim dari pak presiden dengan mengelus pundak anak itu sembari mengatakan, kamu harus rajin dan giat belajar biar bisa sama kayak bapak yah! Tentu hal yang sangat langka bagai seorang ibu yang mengasihi anak-anaknya.
Mengedepankan profesionalitas berinteraksi dalam perbedaan adalah cara terbaik untuk menghindari tabrakan dinamika sosial. Teruntuk diriku, dalam 1 kelas terdiri dari 47 orang dan rasio antara perempuan dan laki-laki yaitu 44 : 3, luar biasa. Dalam hal kuantitas kaum perempuan unggul, yang faktanya diseluruh kampus kesehatan yang ada di makassar dalam skala kecil nyatanya memang didominasi oleh perempuan. Lain halnya dengan kampus teknik yah mungkin lebih unggul jumlah laki-laki daripada perempuan.
Perbedaan volume mahasiswa dari segi gender memang tidak bisa kita pungkiri. Semua itu kembali kepada fitrah seorang laki-laki dan perempuan. Jika dalam dunia kesehatan perempuan lebih banyak karena memang jiwanya yang lembut sangat ampuh membantu kesembuhan pasien. Lain halnya dengan jurusan teknik, jiwa laki-laki yang begitu objektif sangat bagus dalam memformulasikan teknik-teknik.
Lantas bagaimana dengan diriku seorang laki-laki tetapi berada dalam dunia medis? Disinilah ujian bagi lelaki bahwa relasi yang sesungguhnya dengan perempuan di uji dan buktinya toh aku dan mereka begitu professional dalam berintrekasi karena aku berusaha menjadi seorang feminis yang care meski aku seorang laki-laki. Nah, sampel tersebut bukan berarti bahwa disetiap sektor ada pendiskreditan gender, melainkan ada relasi antara perempuan dan laki-laki yang memang memiliki hak yang sama secara inmateril.
Aku, laki-laki yang paling imut |
Setelah beberapa hari rutin bertanya-tanya disela jam istirahat praktek dan mencocokkan profil dikartu nama yang sering digunakan serta tahun kelulusan dan IPK mereka, ternyata hampir sama semua. Cuma 1 yang berbeda yaitu ibu Ina karena memang katanya dia itu kader TB yang diangkat dan dipekerjakan di Rumah sakit ini. Secara fisik mereka semua masih muda dan segar, bahkan satu pegawai berbadan besar karena sering fitnes. Tanyaku dalam hari, kenapa bukan yang berbadan besar yang jadi bos.
Ada hal yan unik dari kak ifa yang aku amati, ketika rekan kerjanya berkata kepadaku "Nak, kalau ada apa-apa atau kamu mau izin sampaikan ke bosku kak ifa, ini disampingku", lantas kak ifa ngomong, "Bukan aku bosnya, kak ina bosnya, lihat muka yang paling senior disini pasti kak Ina", cakapnya sambil fokus mencatat dan tersenyum. Rekan kerja yang lain pun berbicara seperti itu jika ditanya perihal siapa bos ruangan ini.
3 hal yang bisa ditarik dan maknai. Yang pertama adalah kesetaraan gender memang sangat baik disini, relasi mengalir begitu harmonisnya. Kedua, mereka begitu profesional dalam bekerja tampa memandang ada pertikaian memperebutkan jabatan. Ketiga, perempuan mampu menjadi leader, sekaligus rekan kerja yang baik.Ada orang yang juga aku kagumi selain kak ifa, yaitu kak aris. Dia laki-laki tetapi mampu menaklukkan hati perempuan dalam sekejap. Kok bisa? Hal yang paling sulit menjadi seorang analis kesehatan adalah sampling darah alias ambil darah vena atau kapiler dari pasien. Kalau pasien langganan sudah biasa tetapi untuk sampilng bagi pasien yang baru pertama kali, hal yang sangat sulit. Waktu itu pasien dengan usia 21 tahun, 1 tahun lebuh tua dariku tidak mau diambil darahnya karena takut, bahkan ia menangis. Dengan cakapnya, kak rais menggunakan jurus menakhlukkan hati pasien dan akhirnya mau. Padahal waktu itu aku loh yang mau sampling tapi karena sadar masih kurang pengalaman jadi aku serahkan saja spotinya ke kak rais, tetapi memang pasiennya nangis duluan saat kupegang tangannya.
Ternyata keahlian menakhlukkan hati laki-laki juga dimiliki oleh pegawai perempuan lainnya, ketika sampling nampak ada hal yang aku pelajari bahwa pasien yang kita tangani harus mendapat perlakuan ibarat ibu dan anaknya, semua itu tidak terlepas jiwa feminim yang mesti dimiliki baik perempuan maupun laki-laki untuk membantu pasien lekas semubuh. Meskipun koordinator ruang sampling dipegang oleh kak ifa (perempuan) tetapi rasa harmonis antar rekan kerja serta sevice excellent tetap tercipta.